OPINI - Perbicangan money politik disejumlah warung jajanan kopi di wilayah kabupaten Barru masih terdengar ditelinga para jurnalis Barru.
Sulit dibuktikan karena keduanya "pelaku dan Penerima" adalah satu ikatan menjadikan simbiosis mutualisme.
Meskipun demikian, hal itu merupakan suatu perbuatan korupsi elektoral.
Tingkatan money politik semakin meningkat akibat persaingan atau mempertahankan posisi untuk menggapai satu kursi di tingkat DPRD Barru.
Perbicangan, katakanlah istilah lama "serangan fajar" di Barru menjadi perbincangan biasa meskipun tidak biasa atau pernah atau biasa, panggung kopi jadi saksi bisu suatu perbuatan korupsi elektoral.
Politik uang adalah sebuah upaya memengaruhi pilihan pemilih atau penyelenggara pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya.
Katakanlah ada Pengawas pemilu, ia bekerja sesuai kemampuan namun fakta dan kenyataan tak terbongkar didepan mata.
Tau atau tidak tau, Perbicangan money politik dikalangan masyarakat kabupaten Barru makin parah. Apakah ia sudah menerima atau membantu menyalurkan. Inti dari itu yakni ramainya perbincangan dan menjadikan hal itu perbincangan biasa namun itu adalah pelanggaran yang luar biasa tertuang pada Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Siapa yang bisa disalahkan ?, caleg butuh suara, pemilih cari uang, pengawas aman terima gaji.
Politik uang sepertinya sudah menjadi hal biasa yang mengarah menjadi budaya di kabupaten Barru. "Ada uang Abang disayang tak ada uang Abang ditendang".
Baca juga:
Alex Wibisono: Berebut Kecurangan
|
Opini Kamis 15 February 2024
Muhammad Hasyim Hanis, SE, S.Pd, C.L.E
(Pengamat, jurnalis, praktisi hukum)